Pemuda dan Samudera Masa
Depan
“Bukan
lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu, tiada badai tiada
topan kau temui, ikan dan udang menghampiri dirimu, orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi
tanaman” penggalan bait dari lagu yang berjudul kolam susu goresan pena koes
plus, mengoreskan setiap kata kiasan didalam baitnya yang menjelaskan bahwa
Indonesia adalah Negeri yang sangat kaya. Seperti bait lagu koes plus, Indonesia memiliki kekayaan
alam yang sangat melimpah ruah, didaratan maupun perairannya. Lautnya yang biru
dengan flora dan fauna yang beragam dan indah menambah nilai estetika dan
manfaat. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman kiasan ini tidak hanya sekedar
kiasan belaka, melainkan memang benar adanya
daratan Indonesia adalah daratan yang tidak ada Negeri lain dapat menandingi kesuburan dan keberagaman
jenis tanah yang memungkinkan berbagai
jenis tanaman untuk tumbuh di tanah air kita ini. Belum lagi dengan hasil
tambangnya, semua unsur di alam yang
dibutuhkan kita miliki di tanah surga kita yang meliputi batubara, aspal,
minyak bumi, nikel, emas, tembaga, timah, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Kaya
dan eksklusive terketik di dalam dokumen pikiran kita bahwa sumber daya alam
Indonesia yang dibalut indah dengan
panorama alam yang memukau bak cover
buku pelajaran. Cover indah ini adalah sedikit dari indonesia contohnya yaitu;
pantai bali yang indah dengan sunsetnya,
gunung bromo yang elok dan istimewa, hutan tropis yang ada di Kalimantan dan Papua
yang masih asri, padang rumput di NTT, dan masih banyak lagi yang hingga tak
mampu saya jabarkan semuanya.
Sumber
daya alam sudah indah tersampul. Namun, tak sekedar hanya itu, sampul Indonesia
yang indah tadi, dan pula di perindah lagi dengan rangkaian pita budaya nan
istimewa. Budaya yang tidak dimiliki Negara lannya, budaya yang membuat Negeri
Indonesia berbeda, budaya yang menciptakan nilai estetika, budaya yang membuat Negeri
lain iri dan ingin memilikinya, budaya yang merupakan ciri khas kita dan budaya
yang hingga saat ini harus kita lestarikan. Budaya Indonesia sangatlah beragam
mulai dari tarian daerah yang meliputi; tari saman dari aceh yang melihatkan
kecepatan tangan yang menari menepuk-nepuk, tari kecak dari bali yang
menampilkan keelokan lirikan mata penarinya, tari topeng dari DKI Jakarta yang penarinya
menggunakan topeng, dari tarian yang ada selain memiliki keunikan dalam gerakan
dan pakaiannya, tarian tersebut tidak hanya sekedar itu melainkan memiliki
nilai esensi atau unsur cerita dan fungsi, contohnya untuk upacara adat, ucapan
selamat kepada tamu yang datang dan lain sebagainya. Ini baru hanya tiga dari semua tarian daerah yang kita
miliki. Selain tarian kita juga memiliki pakaian adat, senjata tradisional,
makanan khas, rumah adat yang semuanya harus kita lestarikan.
Sumber
daya alam beserta covernya, dan tak
ketinggalan pita budayanya yang merupakan
tiga serangkai yang menjadi satu alasan mengapa Indonesia mampu untuk menjadi Negeri
maju dan sejahtera. Namun mengapa Indonesia hingga saat ini belum menjadi Negeri
maju? Padahal kita telah merdeka sejak tahun 1945 selama 68 tahun hingga
terhitung hingga saat ini. Coba sejenak kita renungkan dan lihat negeri yang
baru merdeka, contohnya Negeri Singapura mereka saat ini sudah menjadi Negeri
maju dan memegang roda perekonomian padahal mereka baru merdeka pada tahun
1965. What happen with Indonesia ?
Ladang
importir, gelar yang tak pantas diterima oleh Negeri yang super kaya. Tetapi
semua nyata sebab lahan luas kita yang melimpah ruah namun tidak tergunakan
dengan baik. Bagaimana tidak? banyak ilmuan-ilmuan bangsa yang hanya berpangku
tangan, uang pun hanya stagnan dan karena itu uang saat ini diperebutkan oleh
orang yang katanya “pemimpin”. Wajar ini terjadi di Negeri kita. Terlebih
parahnya pemuda indonesia justru sibuk dengan urusan nongkrong dipinggir jalan, merokok sebal-sebul, ngeceng sana-sini,
narkoba bagaikan kebutuhan primer, ngebut-ngebutan
di jalan, menjadi pasukan perang yang “nyasar” di jalan-jalan kota, saling
berkelahi sesama anak bangsa, melempari aparat keamanan dengan batu dan bom
molotov, bahkan merusak sarana umum, pertokoan dan restoran.
Dan data telah berbicara dan realita telah
bersaksi bahwa 62,7 persen remaja di Indonesia pernah melakukan hubungan
layaknya suami istri (data Komnas Pendidikan Anak), BKKBN menyatakan bahwa 51
persen remaja telah merasakan kenikmatan semu seks bebas. Selesai sampai
disitu? Tidak, di berita yang saya baca di internet bahwa diperkirakan jumlah
kasus aborsi atau pengguguran kandungan di Indonesia mencapai 2,5 juta kasus
per-tahun. Penggunaan narkoba juga begitu subur di negeri kepulauan ini, tidak
kurang dari 5 juta penduduk Indonesia diperkirakan menjadi pengguna barang
haram tersebut
Data
semakin berbicara, kenyataan tidak mungkin dipungkiri. Pemuda indonesia kini
berada ditengah badai krisis jati diri dan disorientasi akan perannya dalam
pembangunan bangsa. Dengan kondisi seperti itu bagaimanakah masa depan bangsa
ini? Kemanakah kapal besar bernama “bangsa Indonesia” akan berlayar? Memahami
permasalahan adalah setengah dari solusi. Kita harus memahami bahwa ada dua
faktor utama yang menyebabkan pemuda rentan mengalami disoreintasi peran.
Faktor
yang pertama adalah faktor internal. Faktor internal disorentasi pemuda adalah
karakteristik pemuda itu sendiri. Sebagaimana yang disebutkan oleh bapak
psikologi remaja Stanley Hall, bahwa masa muda adalah masa badai dan tekanan
(storm and stress). Ya, masa muda adalah masa dimana seseorang sangat sensitif
akan kondisi dan situasi. Perubahan-perubahan terjadi secara cepat termasuk
dalam hal yang fundamental layaknya pemikiran, emosi, sosial dan lain-lain.
Selain itu, masa muda juga merupakan masa pencarian akan jati diri dan krisis identitas,
sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang psikolog berkebangsaan Jerman Erik
Erikson.
Masa
muda adalah masa dimana kebutuhan akan cinta cukup tinggi. Baik cinta yang
bersifat kasih sayang (Affectionate Love) dari keluarga maupun cinta dengan
lawan jenis (Romantic Love). Sering kalai kita mendengar bahwa kenakalan pemuda
disebabkan oleh rasa putus cintanya kepada kekasihnya, sehingga pelarian yang
dilakukan adalah mengkonsumsi narkoba atau minuman keras. Telinga kita juga
telah akrab dengan kenakalan pemuda yang disebabkan karena tidak adanya rasa
kasih sayang dari orang tua dirumah. Kedua orang tuanya berkerja, sebelum ia
bangun telah berangkat ke kantor dan baru pulang ketika ia telah tidur.
Pemuda kini sibuk dengan kegiatan tanpa
hasil, sibuk dengan hanya menuntut kepada pemerintah
untuk mendapatkan kesejahteraan padahal apakah mereka pantas mendapatkan
kesejahteraan? Ada dalil yang mengatakan “jika anda ingin seperti apa yang anda
inginkan maka, pantaskanlah diri anda” maksud dari dalil ini adalah ketika kita
ingin menjadi contohnya presiden maka, kita pun harus memantaskan diri untuk
menjadi presiden mulai dari cara berjalan, pola berpikir, dan lain sebagainya
yang mendukung agar dapat menjadi presiden sama halnya dengan apabila kita
ingin sejahtera kita pun harus memantaskan diri kita untuk dapat sejahtera,
tetapi saat ini kita semua hanya mau mendapatkan dengan instan tanpa proses.
Padahal kita tidak akan pernah lepas dari yang namanya proses. Seperti ulat
yang ingin berubah menjadi kupu-kupu, ulat harus melalui proses kepompong
selama 7-20 hari , kemudian kupu-kupu itu berusaha untuk keluar dari dalam
kepompong itu sendiri, bahkan fakta mengatakan bahwa jika kupu-kupu tersebut
dibantu untuk keluar dari kepompong maka kupu-kupu tersebut tidak akan mampu
terbang, itu karena pada saat proses keluarnya kupu-kupu dari kepompong adalah
proses memperkuat sayapnya untuk mampu terbang, Bahkan sejak lahir kita pun
sudah melalui proses yang tidak sebentar. Ini membuktikan bahwa dalam hidup
kita harus memanfaatkan apa yang ada dengan melalui proses untuk menuju
Indonesia jaya di samudera masa depan.
Yang
kedua adalah faktor eksternal. Dari banyak faktor eksternal yang ada agaknya
globalisasi menjadi sumber utama penyebab disorientasi pemuda. Globalisasi menyebabkan
arus informasi yang begitu cepat dan mudah untuk diakses. Kita dapat mengetahui
informasi dari belahan dunia manapun dalam waktu sekejap saja. Media sosial
begitu terbuka dan memberikan lautan informasi yang tidak menentu darimana
asalnya. Penyebaran nilai dan budaya pun dengan mudahnya berpindah dari satu
tempat ke tempat lainnya melalui teknologi media ini. Pemuda dengan
karakteristik sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya memiliki
ketertarikan dan kemampuan untuk masuk kedalam arus informasi dan sosial media
ini.
Tentunya
globalisasi bukanlah seluruhnya negatif. Globalisasi seperti mata uang yang
memiliki dua sisi. Satu sisi positif dan lainnya adalah negatif. Pemanfaatan
globalisasi dengan baik akan mendatangkan kemajuan dan kebaikan, mengambil sisi
buruknya tentu akan mendatangkan keburukan. Layaknya pisau yang dapat digunakan
untuk membunuh oleh penjahat namun juga dapat digunakan oleh seorang ibu
memasak untuk keluarganya. Membunuh adalah keburukan, sedangkan memasak untuk
keluarga adalah kebaikan. Begitu pula globalisasi. Arus informasi yang tersedia
dapat menjadi sebuah kebaikan bila kita menjadikannya sebagai sarana untuk
memeroleh pengetahuan baru, mengambil nilai dan budaya yang baik dari negeri-negeri
barat, seperti kejujuran, ketepatan waktu, profesionalisme dan lain-lain. Namun
dapat juga menjadi keburukan bila yang kita ambil adalah budaya-budaya buruk
seperti seks bebas yang selalu dipropagandakan dalam sebagian besar filem-filem
barat, pornografi, narkoba, mengkonsumsi minuman keras, cara berpakaian yang
tidak baik dan lain sebagainya. Namun yang sangat disayangkan, ketimbang
mengambil yang baik, pemuda lebih sering mengakulturasi (bahkan mengambil
mentah-mentah) hal-hal yang buruk sebagaimana yang telah disebutkan diatas.
Tentu
sangat akrab ditelinga kita kata-kata besar seorang presiden pertama Indonesia,
Ir. Soekarno, “Berikan aku sepuluh pemuda maka akan kuguncang dunia.” Sungguh
kalimat yang penuh dengan optimisme dan harapan akan kekuatan pemuda Indonesia.
Namun sahabatku sesama pemuda, mari kita pikirkan siapa pemuda yang diseru oleh
sang presiden diatas? Apakah pemuda yang diseru adalah pemuda yang mengkonsumsi
narkoba, melakukan seks bebas, menenggak minuman keras, melakukan aborsi atau
melakukan tawuran pelajar? Atau yang diseru adalah pemuda yang memiliki
semangat juang tinggi, dapat mengkonversi globalisasi menjadi keunggulan
kompetitifnya, melakukan perubahan untuk diri sendiri, keluarga dan negeri,
berusaha menjadi ahli dibidangnya masing-masing, tidak hanya ber-“aksi” turun
ke jalan namun juga berkontribusi dan mengabdi kepada negeri? Tentu, saya
berani bertaruh kalau belau masih hidup dan pertanyaan ini diberikan kepada
beliau, seribu persen beliau akan menjawab pemuda yang kedualah yang dimaksud.
Telah
lekat ditelinga kita untaian kalimat bahwa masa depan bangsa bergantung pada
pemudanya, bila pemudanya baik maka baiklah bangsa tersebut, bila buruk maka
buruklah bangsa tersebut. Agaknya tidak pernah terdengar ditelinga kita
perdebatan mengenai kebenaran perkataan tersebut. Ya, pemuda adalah senjata
utama suatu bangsa untuk menyambut masa depannya. Karena itulah Roosevelt
mengatakan “We cannot always build the
future for our youth, but we can build our youth for the future”.
Pemuda, begitu banyak definisi yang
menjelaskan makna dari pemuda, dari mulai yang menyamakannya dengan definisi
remaja, yakni orang yang berada dalam umur peralihan dari anak-anak menuju
dewasa (12-21 tahun) atau adapula yang menyatakan bahwa pemuda tidaklah dibatasi
oleh umur, berapapun umurnya asalkan memilliki ciri-ciri pemuda, tetaplah
disebut pemuda. Dalam permbahasan kali ini penulis ingin mendefinisikan pemuda
sebagaimana definisi yang tertera pada UU Kepemudaan Nomor 40 Tahun 2009 yang
membatasi umur pemuda dari 16 hingga 30 tahun.
Bangsa yang sukses berasal dari individu yang
sukses. John Stuart Mill mengatakan “the
worth of state, in the long run is the worth of individuals composing it” yang
artinya “ nilai suatu Negeri, dalam jangka panjang adalah kumpulan nilai dari
individu-individu yang terhimpun didalamnya”. Sukses adalah memanfaatkan dan
mengaktualisasikan potensi diri untuk membawa manfaat kepada diri sendiri,
alam, dan orang lain. Bayangkan saja jika kita mampu memberikan pengaruh
terhadap suatu daerah, pasti akan menjadi pengalaman dan cerita hidup yang tak
terlupakan, dan sebaliknya. Setiap manusia lahir dengan potensi, bakat,
kemampuan luar biasa masing-masing yang akan terlihat jika kita menggalinya,
dan jika kita tidak tau menau mengenai bakat diri kita maka, kemiskinan bakat
melanda dan amat menyedihkan jika makhuk lain lebih memberi menfaat kepada bumi,
daripada kita sebagai manusia, dan saat inilah derajat manusia yang lebih
tinggi dari makhluk lain seperti hewan akan turun bahkan dibawah derajat hewan.
sebagai renungan, cacing saja bermanfaat mengapa kita tidak. Einstein yang
memiliki kesulitan dalam berbicara saja mampu menciptakan hal yang bermanfaat bagi kita hingga saat ini, itu
terjadi karena dia mampu menggali potensinya. Kita sangat bersalah sebagai pemuda
jika tidak mampu mengahasilkan sesuatu yang memberi manfaat bagi keselamatan
bumi, orang lain, terlebih diri sendiri.
Bila
pemuda adalah penentu masa depan bangsa, maka berhati-hatilah bagi bangsa yang
pemudanya berada dalam keterpurukan. Ketika pemuda suatu negeri berada dalam
disorientasi akan jati dirinya sebagai sosok yang diharapkan mampu membawa
“kapal” negerinya sukses menelusuri samudera yang begitu luas, maka telah
seharusnya alarm peringatan akan kehancuran masa depan bangsa dinyalakan oleh negeri
tersebut. Sebaliknya, bila suatu bangsa telah dapat menyiapkan pemuda-pemuda
yang memiliki orientasi kuat akan peran sentralnya dalam pembanguan masa depan
bangsa, maka berbahagialah bangsa tersebut karena telah menyiapkan masa depan
yang baik. Ironinya kenyataan telah berbisik kepada kita, bahwa kondisi pemuda negeri
Indonesia tercinta ini lebih dekat dengan kondisi yang pertama. Keterpurukan
dan disorientasi akan peran dalam kehidupan.
Mari
pemuda renungkan! banyak sekali yang dapat dimanfaatkan agar Indonesia tidak
menjadi ladang importir, sederhananya kita harus mengoreksi diri sendiri
sebagai contoh hal kecil disekitar kita ada binatang yang tidak dikaruniai akal
oleh sang pencipta seperti cacing mereka
mampu menyuburkan tanah, lebah mampu menghasilkan madu dan bebek
menghasilkan telur, lalu apa manfaat dari kita sebagai makhluk yang derajatnya
lebih tinggi dari binatang? Itulah yang harus kita pikirkan untuk memulai
kebiasaan berencana sejak dini, mampu menggali potensi diri, mampu melihat peluang, berpikir kreatif,
memiliki cita-cita setinggi langit. merubah mindset
buruk, aktif dalam keorganisasian yang membangun, belajar dengan rajin,
menghargai dan memanfaatkan apa yang ada disekitar kita, focus, percaya akan
proses, dan menyanyangi waktu untuk digunakan secara baik. Maka, sepuluh tahun kedepan
pemuda mampu menakhlukkan samudera masa
depan.
Pemuda adalah harapan bangsa. Peran
pemuda sangat sentral untuk mendatangkan masa depan cemerlang kepada negeri
ini. Masa-masa muda adalah masa yang sangat potensial untuk melakukan
perubahan-perubahan positif. Tidak perlu besar, kecil namun berkelanjutan
adalah lebih baik. Begitu banyak kontribusi yang dapat kita sumbangkan, tidak
perlu selogan mengubah dunia, ubahlah diri kita sendiri terlebih dahulu menjadi
pribadi yang lebih baik. Karena sejatinya kita adalah bagian dari dunia,
mengubah diri kita berarti telah mengubah bagian kecil dari dunia. Akhirnya
keputusan ada ditangan kita, ingin menjadi pemuda yang diharapkan atau yang terus berkawan
dengan kesuraman.