Pages

Buscar

Sabtu, 25 Januari 2014

Essai Pemudaku


Pemuda dan Samudera Masa Depan
“Bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu, tiada badai tiada topan kau temui, ikan dan udang menghampiri dirimu, orang bilang tanah  kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman” penggalan bait dari lagu yang berjudul kolam susu goresan pena koes plus, mengoreskan setiap kata kiasan didalam baitnya yang menjelaskan bahwa Indonesia adalah Negeri yang sangat kaya. Seperti bait lagu koes plus, Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah ruah, didaratan maupun perairannya. Lautnya yang biru dengan flora dan fauna yang beragam dan indah menambah nilai estetika dan manfaat. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman kiasan ini tidak hanya sekedar kiasan belaka, melainkan memang benar adanya  daratan Indonesia adalah daratan yang tidak ada Negeri lain  dapat menandingi kesuburan dan keberagaman jenis tanah yang  memungkinkan berbagai jenis tanaman untuk tumbuh di tanah air kita ini. Belum lagi dengan hasil tambangnya, semua  unsur di alam yang dibutuhkan kita miliki di tanah surga kita yang meliputi batubara, aspal, minyak bumi, nikel, emas, tembaga, timah, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Kaya dan eksklusive terketik di dalam dokumen pikiran kita bahwa sumber daya alam Indonesia yang  dibalut indah dengan panorama alam yang memukau bak  cover  buku pelajaran. Cover indah ini adalah sedikit dari indonesia contohnya yaitu; pantai bali yang indah dengan sunsetnya, gunung bromo yang elok dan istimewa, hutan tropis yang ada di Kalimantan dan Papua yang masih asri, padang rumput di NTT, dan masih banyak lagi yang hingga tak mampu saya jabarkan semuanya.
Sumber daya alam sudah indah tersampul. Namun, tak sekedar hanya itu, sampul Indonesia yang indah tadi, dan pula di perindah lagi dengan rangkaian pita budaya nan istimewa. Budaya yang tidak dimiliki Negara lannya, budaya yang membuat Negeri Indonesia berbeda, budaya yang menciptakan nilai estetika, budaya yang membuat Negeri lain iri dan ingin memilikinya, budaya yang merupakan ciri khas kita dan budaya yang hingga saat ini harus kita lestarikan. Budaya Indonesia sangatlah beragam mulai dari tarian daerah yang meliputi; tari saman dari aceh yang melihatkan kecepatan tangan yang menari menepuk-nepuk, tari kecak dari bali yang menampilkan keelokan lirikan mata penarinya, tari  topeng dari DKI Jakarta yang penarinya menggunakan topeng, dari tarian yang ada selain memiliki keunikan dalam gerakan dan pakaiannya, tarian tersebut tidak hanya sekedar itu melainkan memiliki nilai esensi atau unsur cerita dan fungsi, contohnya untuk upacara adat, ucapan selamat kepada tamu yang datang dan lain sebagainya. Ini baru  hanya tiga dari semua tarian daerah yang kita miliki. Selain tarian kita juga memiliki pakaian adat, senjata tradisional, makanan khas, rumah adat yang semuanya harus kita lestarikan.
Sumber daya alam beserta covernya, dan tak ketinggalan pita budayanya  yang merupakan tiga serangkai yang menjadi satu alasan mengapa Indonesia mampu untuk menjadi Negeri maju dan sejahtera. Namun mengapa Indonesia hingga saat ini belum menjadi Negeri maju? Padahal kita telah merdeka sejak tahun 1945 selama 68 tahun hingga terhitung hingga saat ini. Coba sejenak kita renungkan dan lihat negeri yang baru merdeka, contohnya Negeri Singapura mereka saat ini sudah menjadi Negeri maju dan memegang roda perekonomian padahal mereka baru merdeka pada tahun 1965. What happen with Indonesia ?
Ladang importir, gelar yang tak pantas diterima oleh Negeri yang super kaya. Tetapi semua nyata sebab lahan luas kita yang melimpah ruah namun tidak tergunakan dengan baik. Bagaimana tidak? banyak ilmuan-ilmuan bangsa yang hanya berpangku tangan, uang pun hanya stagnan dan karena itu uang saat ini diperebutkan oleh orang yang katanya “pemimpin”. Wajar ini terjadi di Negeri kita. Terlebih parahnya pemuda indonesia justru sibuk dengan urusan nongkrong dipinggir jalan, merokok sebal-sebul, ngeceng sana-sini, narkoba bagaikan kebutuhan primer, ngebut-ngebutan di jalan, menjadi pasukan perang yang “nyasar” di jalan-jalan kota, saling berkelahi sesama anak bangsa, melempari aparat keamanan dengan batu dan bom molotov, bahkan merusak sarana umum, pertokoan dan restoran.
 Dan data telah berbicara dan realita telah bersaksi bahwa 62,7 persen remaja di Indonesia pernah melakukan hubungan layaknya suami istri (data Komnas Pendidikan Anak), BKKBN menyatakan bahwa 51 persen remaja telah merasakan kenikmatan semu seks bebas. Selesai sampai disitu? Tidak, di berita yang saya baca di internet bahwa diperkirakan jumlah kasus aborsi atau pengguguran kandungan di Indonesia mencapai 2,5 juta kasus per-tahun. Penggunaan narkoba juga begitu subur di negeri kepulauan ini, tidak kurang dari 5 juta penduduk Indonesia diperkirakan menjadi pengguna barang haram tersebut
   Data semakin berbicara, kenyataan tidak mungkin dipungkiri. Pemuda indonesia kini berada ditengah badai krisis jati diri dan disorientasi akan perannya dalam pembangunan bangsa. Dengan kondisi seperti itu bagaimanakah masa depan bangsa ini? Kemanakah kapal besar bernama “bangsa Indonesia” akan berlayar? Memahami permasalahan adalah setengah dari solusi. Kita harus memahami bahwa ada dua faktor utama yang menyebabkan pemuda rentan mengalami disoreintasi peran.
Faktor yang pertama adalah faktor internal. Faktor internal disorentasi pemuda adalah karakteristik pemuda itu sendiri. Sebagaimana yang disebutkan oleh bapak psikologi remaja Stanley Hall, bahwa masa muda adalah masa badai dan tekanan (storm and stress). Ya, masa muda adalah masa dimana seseorang sangat sensitif akan kondisi dan situasi. Perubahan-perubahan terjadi secara cepat termasuk dalam hal yang fundamental layaknya pemikiran, emosi, sosial dan lain-lain. Selain itu, masa muda juga merupakan masa pencarian akan jati diri dan krisis identitas, sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang psikolog berkebangsaan Jerman Erik Erikson.
Masa muda adalah masa dimana kebutuhan akan cinta cukup tinggi. Baik cinta yang bersifat kasih sayang (Affectionate Love) dari keluarga maupun cinta dengan lawan jenis (Romantic Love). Sering kalai kita mendengar bahwa kenakalan pemuda disebabkan oleh rasa putus cintanya kepada kekasihnya, sehingga pelarian yang dilakukan adalah mengkonsumsi narkoba atau minuman keras. Telinga kita juga telah akrab dengan kenakalan pemuda yang disebabkan karena tidak adanya rasa kasih sayang dari orang tua dirumah. Kedua orang tuanya berkerja, sebelum ia bangun telah berangkat ke kantor dan baru pulang ketika ia telah tidur.
Pemuda kini sibuk dengan kegiatan tanpa hasil, sibuk dengan hanya menuntut kepada pemerintah untuk mendapatkan kesejahteraan padahal apakah mereka pantas mendapatkan kesejahteraan? Ada dalil yang mengatakan “jika anda ingin seperti apa yang anda inginkan maka, pantaskanlah diri anda” maksud dari dalil ini adalah ketika kita ingin menjadi contohnya presiden maka, kita pun harus memantaskan diri untuk menjadi presiden mulai dari cara berjalan, pola berpikir, dan lain sebagainya yang mendukung agar dapat menjadi presiden sama halnya dengan apabila kita ingin sejahtera kita pun harus memantaskan diri kita untuk dapat sejahtera, tetapi saat ini kita semua hanya mau mendapatkan dengan instan tanpa proses. Padahal kita tidak akan pernah lepas dari yang namanya proses. Seperti ulat yang ingin berubah menjadi kupu-kupu, ulat harus melalui proses kepompong selama 7-20 hari , kemudian kupu-kupu itu berusaha untuk keluar dari dalam kepompong itu sendiri, bahkan fakta mengatakan bahwa jika kupu-kupu tersebut dibantu untuk keluar dari kepompong maka kupu-kupu tersebut tidak akan mampu terbang, itu karena pada saat proses keluarnya kupu-kupu dari kepompong adalah proses memperkuat sayapnya untuk mampu terbang, Bahkan sejak lahir kita pun sudah melalui proses yang tidak sebentar. Ini membuktikan bahwa dalam hidup kita harus memanfaatkan apa yang ada dengan melalui proses untuk menuju Indonesia jaya di samudera masa depan.
Yang kedua adalah faktor eksternal. Dari banyak faktor eksternal yang ada agaknya globalisasi menjadi sumber utama penyebab disorientasi pemuda. Globalisasi menyebabkan arus informasi yang begitu cepat dan mudah untuk diakses. Kita dapat mengetahui informasi dari belahan dunia manapun dalam waktu sekejap saja. Media sosial begitu terbuka dan memberikan lautan informasi yang tidak menentu darimana asalnya. Penyebaran nilai dan budaya pun dengan mudahnya berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya melalui teknologi media ini. Pemuda dengan karakteristik sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya memiliki ketertarikan dan kemampuan untuk masuk kedalam arus informasi dan sosial media ini.
Tentunya globalisasi bukanlah seluruhnya negatif. Globalisasi seperti mata uang yang memiliki dua sisi. Satu sisi positif dan lainnya adalah negatif. Pemanfaatan globalisasi dengan baik akan mendatangkan kemajuan dan kebaikan, mengambil sisi buruknya tentu akan mendatangkan keburukan. Layaknya pisau yang dapat digunakan untuk membunuh oleh penjahat namun juga dapat digunakan oleh seorang ibu memasak untuk keluarganya. Membunuh adalah keburukan, sedangkan memasak untuk keluarga adalah kebaikan. Begitu pula globalisasi. Arus informasi yang tersedia dapat menjadi sebuah kebaikan bila kita menjadikannya sebagai sarana untuk memeroleh pengetahuan baru, mengambil nilai dan budaya yang baik dari negeri-negeri barat, seperti kejujuran, ketepatan waktu, profesionalisme dan lain-lain. Namun dapat juga menjadi keburukan bila yang kita ambil adalah budaya-budaya buruk seperti seks bebas yang selalu dipropagandakan dalam sebagian besar filem-filem barat, pornografi, narkoba, mengkonsumsi minuman keras, cara berpakaian yang tidak baik dan lain sebagainya. Namun yang sangat disayangkan, ketimbang mengambil yang baik, pemuda lebih sering mengakulturasi (bahkan mengambil mentah-mentah) hal-hal yang buruk sebagaimana yang telah disebutkan diatas.
Tentu sangat akrab ditelinga kita kata-kata besar seorang presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, “Berikan aku sepuluh pemuda maka akan kuguncang dunia.” Sungguh kalimat yang penuh dengan optimisme dan harapan akan kekuatan pemuda Indonesia. Namun sahabatku sesama pemuda, mari kita pikirkan siapa pemuda yang diseru oleh sang presiden diatas? Apakah pemuda yang diseru adalah pemuda yang mengkonsumsi narkoba, melakukan seks bebas, menenggak minuman keras, melakukan aborsi atau melakukan tawuran pelajar? Atau yang diseru adalah pemuda yang memiliki semangat juang tinggi, dapat mengkonversi globalisasi menjadi keunggulan kompetitifnya, melakukan perubahan untuk diri sendiri, keluarga dan negeri, berusaha menjadi ahli dibidangnya masing-masing, tidak hanya ber-“aksi” turun ke jalan namun juga berkontribusi dan mengabdi kepada negeri? Tentu, saya berani bertaruh kalau belau masih hidup dan pertanyaan ini diberikan kepada beliau, seribu persen beliau akan menjawab pemuda yang kedualah yang dimaksud.
Telah lekat ditelinga kita untaian kalimat bahwa masa depan bangsa bergantung pada pemudanya, bila pemudanya baik maka baiklah bangsa tersebut, bila buruk maka buruklah bangsa tersebut. Agaknya tidak pernah terdengar ditelinga kita perdebatan mengenai kebenaran perkataan tersebut. Ya, pemuda adalah senjata utama suatu bangsa untuk menyambut masa depannya. Karena itulah Roosevelt mengatakan “We cannot always build the future for our youth, but we can build our youth for the future”.
Pemuda, begitu banyak definisi yang menjelaskan makna dari pemuda, dari mulai yang menyamakannya dengan definisi remaja, yakni orang yang berada dalam umur peralihan dari anak-anak menuju dewasa (12-21 tahun) atau adapula yang menyatakan bahwa pemuda tidaklah dibatasi oleh umur, berapapun umurnya asalkan memilliki ciri-ciri pemuda, tetaplah disebut pemuda. Dalam permbahasan kali ini penulis ingin mendefinisikan pemuda sebagaimana definisi yang tertera pada UU Kepemudaan Nomor 40 Tahun 2009 yang membatasi umur pemuda dari 16 hingga 30 tahun.
 Bangsa yang sukses berasal dari individu yang sukses. John Stuart Mill mengatakan “the worth of state, in the long run is the worth of individuals composing it” yang artinya “ nilai suatu Negeri, dalam jangka panjang adalah kumpulan nilai dari individu-individu yang terhimpun didalamnya”. Sukses adalah memanfaatkan dan mengaktualisasikan potensi diri untuk membawa manfaat kepada diri sendiri, alam, dan orang lain. Bayangkan saja jika kita mampu memberikan pengaruh terhadap suatu daerah, pasti akan menjadi pengalaman dan cerita hidup yang tak terlupakan, dan sebaliknya. Setiap manusia lahir dengan potensi, bakat, kemampuan luar biasa masing-masing yang akan terlihat jika kita menggalinya, dan jika kita tidak tau menau mengenai bakat diri kita maka, kemiskinan bakat melanda dan amat menyedihkan jika makhuk lain lebih memberi menfaat kepada bumi, daripada kita sebagai manusia, dan saat inilah derajat manusia yang lebih tinggi dari makhluk lain seperti hewan akan turun bahkan dibawah derajat hewan. sebagai renungan, cacing saja bermanfaat mengapa kita tidak. Einstein yang memiliki kesulitan dalam berbicara saja mampu menciptakan hal yang  bermanfaat bagi kita hingga saat ini, itu terjadi karena dia mampu menggali potensinya. Kita sangat bersalah sebagai pemuda jika tidak mampu mengahasilkan sesuatu yang memberi manfaat bagi keselamatan bumi, orang lain, terlebih diri sendiri.
Bila pemuda adalah penentu masa depan bangsa, maka berhati-hatilah bagi bangsa yang pemudanya berada dalam keterpurukan. Ketika pemuda suatu negeri berada dalam disorientasi akan jati dirinya sebagai sosok yang diharapkan mampu membawa “kapal” negerinya sukses menelusuri samudera yang begitu luas, maka telah seharusnya alarm peringatan akan kehancuran masa depan bangsa dinyalakan oleh negeri tersebut. Sebaliknya, bila suatu bangsa telah dapat menyiapkan pemuda-pemuda yang memiliki orientasi kuat akan peran sentralnya dalam pembanguan masa depan bangsa, maka berbahagialah bangsa tersebut karena telah menyiapkan masa depan yang baik. Ironinya kenyataan telah berbisik kepada kita, bahwa kondisi pemuda negeri Indonesia tercinta ini lebih dekat dengan kondisi yang pertama. Keterpurukan dan disorientasi akan peran dalam kehidupan.
Mari pemuda renungkan! banyak sekali yang dapat dimanfaatkan agar Indonesia tidak menjadi ladang importir, sederhananya kita harus mengoreksi diri sendiri sebagai contoh hal kecil disekitar kita ada binatang yang tidak dikaruniai akal oleh sang pencipta seperti cacing mereka  mampu menyuburkan tanah, lebah mampu menghasilkan madu dan bebek menghasilkan telur, lalu apa manfaat dari kita sebagai makhluk yang derajatnya lebih tinggi dari binatang? Itulah yang harus kita pikirkan untuk memulai kebiasaan berencana sejak dini, mampu menggali potensi diri,  mampu melihat peluang, berpikir kreatif, memiliki cita-cita setinggi langit. merubah mindset buruk, aktif dalam keorganisasian yang membangun, belajar dengan rajin, menghargai dan memanfaatkan apa yang ada disekitar kita, focus, percaya akan proses, dan menyanyangi waktu untuk digunakan secara baik. Maka, sepuluh tahun kedepan pemuda mampu  menakhlukkan samudera masa depan.
Pemuda adalah harapan bangsa. Peran pemuda sangat sentral untuk mendatangkan masa depan cemerlang kepada negeri ini. Masa-masa muda adalah masa yang sangat potensial untuk melakukan perubahan-perubahan positif. Tidak perlu besar, kecil namun berkelanjutan adalah lebih baik. Begitu banyak kontribusi yang dapat kita sumbangkan, tidak perlu selogan mengubah dunia, ubahlah diri kita sendiri terlebih dahulu menjadi pribadi yang lebih baik. Karena sejatinya kita adalah bagian dari dunia, mengubah diri kita berarti telah mengubah bagian kecil dari dunia. Akhirnya keputusan ada ditangan kita, ingin menjadi pemuda  yang diharapkan atau yang terus berkawan dengan kesuraman.